Generasi Bebas
     Pandangan Hidup
     Misi Hidup
     Tingkat Moral
     Mencari Kebenaran
     Menilai Kebenaran
     Orang Indonesia
     Don't Care
     Phase Cinta
     Kebutuhan Utama
     Mengapa Jahat
     Adil = Unik
     Tujuan Hidup
     Komunikasi...
     Penyakit Politik
     Sistem Berpikir
     Kendali Pikiran
     Kebodohan
     Sukses = Berubah
     Iman & Kebenaran
     Kunci Sukses
     Pemerintah Idola
     Sex Education
     Ilmu & Kebenaran
     *sekilas
     *pulang kampung
     *share
     *Buku Tamu
     *kontak admin



Novel "GENERASI BEBAS" - Sistem Berpikir


16

TIGA SISTEM BERPIKIR

 

Dalam perjalanan pulang dari rumah pak Anton, begitu mendekati rumah secara kebetulan Aris dan ibunya melihat dua orang yang sedang berkelahi, sementara beberapa orang lainnya coba melerai.

“Kenapa ada orang yang begitu mudah seperti itu ya, hanya soal uang tiga puluh ribu sampai bentrok seperti itu” Aris menyatakan keheranannya setelah dia dan ibunya bertanya-tanya kepada orang di sekitar itu yang menonton perkelahian itu.

Ibunya hanya terdiam saja seperti tidak peduli dengan pertanyaan Aris tetapi begitu sampai dirumah ibunya langsung mengambil pena dan kertas lalu mengambar sesuatu.

 

 

 

       
   
 
 

TIGA LAPISAN:

Ada tiga sistem berpikir kita (lihat CONTOH KASUS), yaitu: pertama, lapisan EMOSIONAL (EM) sebagai lapisan paling luar, ini artinya segala macam stimulan (tanda panah masuk)  seperti perkataan orang, tingkah laku orang, reaksi orang, situasi tertentu dan sebagainya, selalu menyentuh lapisan EMOSIONAL terlebih dahulu. Contohnya, kita melihat seorang yang menangis, maka otomatis emosi kita akan bereaksi, seperti merasa kasihan terhadap orang yang menangis itu, marah, kesal bahkan mungkin mengejeknya. Kedua, lapisan LOGIKA (LO), jika lapisan LOGIKA kita aktif  (ada orang yang lapisan LOGIKA nya tidak aktif seperti orang ‘gila’) maka stimulan tadi akan berlanjut diproses didalam lapisan LOGIKA. Contohnya, kita mulai mencari alasan mengapa orang tadi menangis, kita mulai berpikir apa sebaiknya tindakan kita terhadap dia dan lainnya yang intinya kita mulai menggunakan logika kita menghadapi orang yang menangis tersebut. Ketiga, lapisan PUSAT KESADARAN (PK), jika ternyata kita tidak perlu tahu alasan dia menangis, karena dalam pikiran kita hanya muncul pemikiran bagaimana cara menolong dia, oleh rasa cinta kita kepada dia, kita ingin membantu dia mengatasi masalahnya, maka ini berarti Pusat Kesadaran kita aktif, tetapi untuk mengaktifkan PUSAT KESADARAN ini perlu proses latihan. (lihat bab berikutnya).

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


  Sulit dijelaskan namun memang begitu, ada tiga lapisan yang mengendalikan proses berpikir kita,  dan tiga lapisan ini juga yang menentukan karakter sesesorang.

Yang dimaksudkan dengan tiga lapisan ini mungkin dapat kita pahami dengan kenyataan seperti ini, yaitu jika lapisan EMOSIONAL seseorang lebih kuat maka kata-kata, sikap dan tindakannya cendrung  dikendalikan oleh emosinya, demikian juga jika lapisan LOGIKA nya aktif bahkan lebih kuat maka kata-kata, sikap dan tindakanya akan dominan di kendalikan oleh logikanya, dan begitu juga jika lapisan PUSAT KESADARAN nya aktif dan berfungsi maka hidupnya akan di kendalikan oleh PUSAT KESADARAN itu.

Namun banyak manusia di dunia ini dikendalikan oleh lapisan EMOSIONAL, karena memang meskipun lapisan LOGIKA pada orang normal (tidak ‘gila’) selalu aktif namun akan kurang kuat mengendalikan proses berpikir mereka jika tidak dilatih.

Bersekolah sesungguhnya merupakan salah satu cara untuk melatih logika kita agar berfungsi maksimal atau menjadi lebih kuat mengendalikan proses berpikir kita, makanya ‘orang yang berpendidikan’ seharusnya orang yang bisa mengendalikan emosinya dengan kekuatan logikanya.

Ini bahkan sudah menjadi persepsi masyarakat umum bahwa tidak pantas bagi ‘orang yang berpendidikan’ emosional atau tidak bisa mengendalikan emosinya.

Bagaimana dengan PUSAT KESADARAN  kita? PUSAT KESADARAN ini juga harus melalui proses latihan agar aktif, berfungsi dan bahkan lebih kuat untuk mengendalikan hidup kita.

Selama ini kita percaya bahwa beragama merupakan cara utama bagi kita untuk melatih PUSAT KESADARAN kita, karena memang PUSAT KESADARAN  berkaitan dengan ‘sifat Tuhan.’  Bahkan ada agama yang  menyebutkan PUSAT KESADARAN sebagai ‘Roh Tuhan.’

Disini kita akan mengindentifikasi PUSAT KESADARAN tersebut sebagai tempat dimana ‘cinta suci’ itu berada, atau kesadaran yang timbul dari rasa cinta terhadap Tuhan dan sesama manusia. Karena memang hanya orang yang memiliki cinta yang suci bisa mengendalikan emosi negatifnya, yang bisa berkata, bersikap dan bertindak diatas normal, salah satunya berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadanya.

Mungkin lebih jelasnya perhatikan contoh kasus berikut:

 

 

 

CONTOH KASUS:

Seseorang tiba-tiba menampar kamu, jika kamu langsung marah bahkan balik menampar berarti lapisan EMOSIONAL mu paling kuat, tetapi jika kamu sempat memikirkan apa maksud dia menampar tersebut, seperti apakah dia sedang mabuk, apakah mungkin ada kesalahan yang kamu lakukan, atau apakah ini hanya bergurau, maka ini berarti lapisan LOGIKA kamu lebih kuat, apalagi jika kamu malah sempat memikirkan ‘untuk apa aku marah kepada dia karena nanti justru tambah masalah’ berarti lapisan LOGIKA kamu lumayan kuat, tetapi jika kamu marah setelah berkesimpulan bahwa dia ‘salah’ berarti lapisan LOGIKA dan lapisan EMOSIONAL mu sebanding kekuatannya, sebaliknya jika kamu tidak marah sama sekali malah tersenyum kepada dia, yang oleh  karena rasa cinta atau simpati sehingga kamu justru ingin menolongnya agar tidak berbuat yang ‘jahat’ lagi maka ini berarti PUSAT KESADARAN kamu aktif atau berfungsi.

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Pencetus teori tiga lapisan sistem berpikir tersebut menjelaskan bahwa segala sesuatu yang ditangkap oleh panca indra kita, atau yang disebut stimulan (panah masuk pada gambar) pertama kali diproses dalam lapisan EMOSIONAL kita, kemudian jika lapisan LOGIKA kita aktif, berfungsi bahkan lebih kuat maka stimulan itu akan diserap menuju lapisan LOGIKA, dan diproses dalam lapisan LOGIKA. Proses penyerapan stimulan dari lapisan EMOSIONAL menuju lapisan LOGIKA itu mungkin dapat kita sadari dari contoh kasus seperti ini, anggaplah seseorang marah-marah kepada kamu, tetapi coba kamu diam sejenak atau tidak beradu mulut sama sekali dengan dia, maka kamu akan merasakan suatu proses, pertama emosi kamu bergejolak hendak melawan tetapi karena kamu diam saja membiarkan stimulan (yang berupa kata-kata amarah dari seseorang) itu diserap oleh lapisan LOGIKA sehingga kemudian yang muncul pemikiran-pemikiran yang lebih bijaksana atau yang logis, seperti bermaksud minta maaf, mencari alasan yang lebih logis untuk menyembunyikan kesalahan kamu dan sebagainya.

Jika stimulan masuk selalu berawal dari lapisan EMOSIONAL, begitu juga reaksi (panah keluar pada gambar) selalu keluar melalui lapisan EMOSIONAL, atau dapat dikatakan bahwa semua kata-kata, sikap dan tindakan kita selalu mengambarkan emosi-emosi kita, karena memang semua kata-kata, sikap dan tindakan kita itu selalu dibaca sebagai suatu emosi oleh orang lain.

Kemudian reaksi-reaksi itu bisa dibedakan menjadi tiga katagori yaitu: (1) reaksi bermuatan emosi negatif bila berasal dari lapisan EMOSIONAL, (2) reaksi bermuatan emosi netral bila bersumber dari lapisan LOGIKA, (3) reaksi bermuatan emosi positif bila bersumber dari PUSAT KESADARAN.


Terima kasih kepada: 21 visitors (25 hits) di halaman ini.

This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free