Hari minggu adalah hari tidur-tiduran bagi Aris, karena itu begitu pulang dari pasar dia langsung masuk ke kamarnya, namun seperti biasanya, baca-baca buku atau SMSan dulu untuk mengundang kantuk. Dia pun tertidur sampai menjelang sore.
Begitu terbangun, meskipun matanya belum sepenuhnya terbuka namun dia cepat-cepat keluar kamar, seperti ada sesuatu yang harus segera dia sampaikan kepada ibunya.
Matanya mulai melar setelah melihat ibunya lagi asyik nonton TV diruang tamu, “seperti yang aku duga pasti mama seharian nonton TV kan?”
“Ada gempa bumi hebat di Sulawesi Utara loh…” ibunya coba berbicara soal berita untuk menunjukkan bahwa dia tidak hanya sekedar nonton senetron atau acara infotainmen lainnya.
“Oh ya, ngeri juga kita ini, selalu saja terjadi bencana, ada apa dengan kita orang Indonesia ini?” Aris bertanya seenaknya dalam kondisi setengah sadar, tapi matanya sedikit melotot.
“Kalau aku adalah Tuhan maka bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling aku tidak suka, karena mengaku negara beragama, ketat beragama, tetapi hidup secara sekuler, berbudaya sekuler.” Ibunya sepontan berfilsafat lagi, “teman mama pernah bercerita, kalau dia malah tergoda dengan beberapa cewek berjilbab ketika dia di Bandung, karena meskipun mereka berjilbab tetapi mereka juga pake baju ketat dan jean ketat.”
“Nah, mama kan tau kalo pake pakaian ketat itu menggoda, tetapi kenapa mama suka pake yang begitu,” Aris merasa menemukan kesempatan untuk menegur ibunya.
“Mama kan orang Indonesia, jadi meskipun beragama namun gaya dan budaya hidup mama tetap sekuler, liat aja di TV itu,setelah acara keagamaan, ada acara gosip, apalagi di situs internet diatasnya menu keagamaan dibawahnya link menuju konten pornographi.” Ibunya setengah tertawa.
“Hah…mama kok tau internet segala,” dengan sedikit bergurau tetapi sedikit penasaran.
“Iyalah, mama dulu pernah selingkuh dengan seorang lulusan ITB Bandung, dia pernah meneliti tentang hutan di kampung kita, dia ajarin mama berinternet, pokoknya kamu tidak bisa nyangkal kalo mama orang modern kan?” ibunya tersenyum.
Aris terdiam, dengan gaya tidak percaya, “gitu rupanya mama…aku ngak nyangka kalau mama begitu, kok bisanya mama dengan orang itu? Siapa namanya?” Aris menelan ludah.
“Ah, kita tidak perlu bicarakan orang itu, mama hanya mau kasih tau bahwa begitulah kelakuan mama dulu, kamu mungkin tidak suka, tapi begitu juga mama tidak suka dengan ayah mu dulu, yang selalu mau menang sendiri, pemarah, tidak ada rasa kasihan, tidak romantis…Makanya pernah ketika kami dua almarhum ayah mu dulu pergi berobat ke Tenggarong. Dokter minta agar air seni ayah mu diperiksa, jadi dia kasih ayah mu sebuah botol sebagai tempat untuk sisain air seninya, namun ayah mu taruh sembarangan di kamar mandi sehingga kesenggol mama, semuanya pun tumpah. Mama mau kasih tau ayah mu tapi takut dia marah-marah, setelah lama mikir, daripada pusing juga, mama ganti aja dengan air seni mama.”
“Ah kok bisa sih?” Aris memotong.
“Iya, makanya setelah diperiksa, si dokter bertanya kepada ayah kamu, ‘benarkah ini air seni bapak?’ dengan kesal ayah mu menjawab, ‘iyalah memang kenapa?” dengan sedikit tersenyum dokternya berkata sambil melihat ke arah mama, ‘kalau begitu dari hasil pemeriksaan kami, bapak ternyata hamil’ mendengar itu, ayahmu langsung kaget dengan setengah berteriak ‘apa?’ dan kemudian ayah mu marah kepada mama dengan berkata: ‘tuh, gara-gara kamu diatas aku yang jadi hamil.’ Maksud ayah mu itu gara-gara posisi mama sering diatas waktu main sehingga dia yang jadi hamil.”
Aris tidak bisa menahan tawa mendengarnya, “ayah ada-ada aja, dasar buta huruf, mana mungkin laki-laki hamil…” lanjut tertawa.
Terima kasih kepada: 55 visitors (59 hits) di halaman ini.