Generasi Bebas
     Pandangan Hidup
     Misi Hidup
     Tingkat Moral
     Mencari Kebenaran
     Menilai Kebenaran
     Orang Indonesia
     Don't Care
     Phase Cinta
     Kebutuhan Utama
     Mengapa Jahat
     Adil = Unik
     Tujuan Hidup
     Komunikasi...
     Penyakit Politik
     Sistem Berpikir
     Kendali Pikiran
     Kebodohan
     Sukses = Berubah
     Iman & Kebenaran
     Kunci Sukses
     Pemerintah Idola
     Sex Education
     Ilmu & Kebenaran
     *sekilas
     *pulang kampung
     *share
     *Buku Tamu
     *kontak admin



Novel "GENERASI BEBAS" - Mencari Kebenaran


5

MENCARI KEBENARAN

 

Seperti biasanya setiap hari minggu pagi, Aris selalu lari-lari pagi menuju perumahan “Balikpapan Baru” yang sekitar satu kiloan meter dari rumah kontrakannya. Karena itu dia segera masak-masak didapur, apalagi dia mengganggap ibunya pasti bangun kesiangan, namun diluar dugaan ibunya tiba-tiba muncul didapur, “pagi, sayang, cepat sekali masak-masaknya?”

Aris sedikit kaget, “Oh, mama! aku pikir mama ngak akan bangun-bangun pagi ini,” Aris sedikit tersenyum.

“Ngak lah, mama pasti bangun pagi-pagi kok kalo ngak sakit atau mati,” ibunya mencubit perut Aris sekaligus memasang pipi.

Aris hanya tersenyum kemudian mencium pipi ibunya, “Ma, aku mau lari keliling Balikpapan pagi ini, mau ikut?”

“Ya-ya, mama mau,” ibunya mengangguk-ngangukkan kepalanya. Keduanya pun asyik bekerja didapur, mempersiapkan makan pagi yang dimakan sepulang olahraga lari nanti.

Begitu jam lima pagi tiba, keduannya pun mulai berlari dari rumah, menuju perumahan Balikpapan Baru.

Sementara lari,  Aris seakan tersadar untuk menggunakan kesempatan ini untuk kembali menebus rasa penasarannya terhadap ibunya itu, karena itu dia mulai bertanya lagi: “ma, kalo boleh tau, kenapa mama rasanya terlalu gitu dech, ga seperti biasanya ibu-ibu dari kampung?”

“He..he..he..” ibunya tertawa, “mama tau bahwa kamu merasa tidak nyaman dengan gaya mama, tapi begitulah mama, itulah ciri khas mama, itulah keunikan mama dari orang lain, mama yakin kamu nanti justru merasa lebih enjoy dengan gaya mama.”

“Tapi ma…bagiku mama berlebihan dech, aku kwatir akan muncul penilaian yang macam-macam, terutama dari teman-teman aku”  Aris  nampak serius tidak peduli dengan senyum ibunya.

“Ya, mama tau bahwa mama telah terjerumus dalam kehidupan sekulerisme, dan mama menyadari terutama oleh pengaruh  TV,  dan jika kita hubungkan dengan kehidupan beragama maka ini jelas berarti bahwa mama telah terjerat dalam kekuasaan budaya hidup  yang dirancang oleh setan, karena ada tiga ‘budaya hidup’ yang dirancang setan untuk menjerat umat manusia, yaitu pertama, agama-agama palsu yang seakan-akan benar-benar dari Tuhan, bahkan kadang mulai dari ‘ilham’ tetapi ‘ilham’ yang di rekayasa setan, sedihnya, kalau kita selidiki agama-agama palsu itu kadang justru merupakan agama-agama mayoritas, dimana ada banyak orang yang fanatik sekaligus munafik, sehingga sebaliknya agama yang benar justru selalu dicela bahkan mau disingkirkan. Kedua, takhyul, mitos, supranatural, atau mungkin dapat disebut sebagai spiritisme, dimana setan merekayasa kejadian-kejadian ‘ajaib’ tertentu sehingga membuat banyak orang percaya kepada sesuatu yang sesungguhnya takhyul, atau juga membuat kepercayaan orang kepada Tuhan terselubung atau bercampur spiritisme. Ketiga, melalui sekulerisme, yaitu membuat orang-orang  terlena dengan kesenangan duniawi, sehingga meskipun beragama namun hidup secara duniawi, bahkan sampai tidak peduli agama bahkan tidak percaya kepada Allah.”

Karena itu sesungguhnya hidup yang benar sesuai dengan kehendak  Allah berarti kita menghidupkan budaya hidup yang tidak munafik, tidak mempercayai dan menyakini kepalsuan, pikiran kita tidak dipengaruhi bahkan dirusak oleh sekulerisme dan spiritisme yang sekarang ini menjadi konten yang menyenangkan di media massa.

“Lalu bagaimana membuktikan suatu agama itu benar ma?” Aris bertanya dengan sedikit heran bagaimana ibunya bisa menerangkan sejauh itu.

Sebaliknya, maksud ibunya membawa pikiran Aris sejauh itu untuk menunjukkan bahwa dia tahu seperti apa orang yang benar-benar beragama itu, dan atau ternyata orang tersebut hanya sekedar munafik.

“Baiklah, Ris, coba kamu pikirkan,  Allah kan maha kuasa, tentu Dia mampu membimbing dan menunjukkan jalan yang benar atau kebenaran itu, jadi jika kita sungguh-sungguh mencari kebenaran maka kita harus datang sendiri kepada Alllah, berdoa kepada-Nya memohon petunjuk-Nya, intinya untuk menemukan kebenaran itu kita tidak perlu berurusan dengan ustad, pendeta, rahib ataupun kitab suci suatu agama, kita cukup datang kepada Allah dengan doa dan jika kita sungguh-sungguh maka kita akan menemukan kebenaran, karena masak Allah tidak peduli dengan orang yang sungguh-sungguh mencari kebenaran?”

Akan tetapi kenyataannya, justru ada banyak orang didunia ini begitu natural sehingga cepat sekali mengganggap bahwa dia sudah benar, agamanyalah yang paling benar,  pedahal dia tidak pernah berdoa kepada Allah dengan kesungguhan hati memohon ditunjukkan kebenaran itu, apa yang dia anggap benar itu sebenarnya merupakan apa yang dikatakan orang tuanya, pendeta, ustad, rahib atau orang lain atau juga kitab suci yang sesungguhnya belum  tentu merupakan petunjuk Allah.

“Sulit juga dimengerti!” Aris berpikir “ibu yang nampak sensasional tersebut tidak disangka ternyata peduli terhadap pemikiran seperti itu” Aris menyadari suatu misteri pada ibunya.

“Ibu Nuyami?! Semakin cantik aja!” seorang pria tiba-tiba menyapa dari arah yang berlawanan yang juga sedang lari-lari santai.

“Pak Anton! Ada aja bapak ini, tinggal disini pak ya?” keduanya bersalaman, kemudian dengan seorang gadis yang ikut berlari dengan pak Anton, “ini putrinya ya pak? Cantik sekali!” sambil bersalaman.

“Ya, dia putri saya Navratilova, dan ini putranya ibu?” Pak Anton balik bertanya, sambil menyalami Aris.

“Iya, pak, aku yang namanya Aris” Aris coba mengingatkan pak Anton, karena melihat mulut pak Anton komat-kamit seakan-seakan coba mengingat sesuatu.

“Iya-iya! Aris… pantas om lupa, udah hampir tujuh tahun om ngak pulang kampung, kalian tinggal di Balikpapan juga?” pak Anton kembali melihat kearah ibu Nuyami, ibunya Aris.

“Ya, aku tinggal di tempatnya Aris, dia sudah dua tahun bekerja disini…” ibu Nuyami menjelaskan, sementara Aris dan Navaratilova saling melirik.


Terima kasih kepada: 48 visitors (55 hits) di halaman ini.

This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free