Generasi Bebas
     Pandangan Hidup
     Misi Hidup
     Tingkat Moral
     Mencari Kebenaran
     Menilai Kebenaran
     Orang Indonesia
     Don't Care
     Phase Cinta
     Kebutuhan Utama
     Mengapa Jahat
     Adil = Unik
     Tujuan Hidup
     Komunikasi...
     Penyakit Politik
     Sistem Berpikir
     Kendali Pikiran
     Kebodohan
     Sukses = Berubah
     Iman & Kebenaran
     Kunci Sukses
     Pemerintah Idola
     Sex Education
     Ilmu & Kebenaran
     *sekilas
     *pulang kampung
     *share
     *Buku Tamu
     *kontak admin



Novel "GENERASI BEBAS" - Penyakit Politik


15

TIGA PENYAKIT POLITIK

 

“Silakan masuk…ayo masuk” pak Anton dan ibu Widya, istrinya pak Anton, menyambut kedatangan Aris dan ibunya. “Ayo kita langsung aja…” pak Anton mengajak untuk langsung menuju meja makan.

Selain pak Anton dan ibu Widya, nampak disana Navratilova dan adik laki-lakinya duduk bersama mengelilingi meja makan.

“Perasaan ku kamu punya adik perempuan kan?” pak Anton bertanya kepada Aris, sementara mereka mulai makan.

Namun disahut oleh ibunya, “iya, dia dikampung sama kakek dan neneknya disana.”

“Bagaimana pemilu ini, ikut disini atau dikampung?” Pak Anton kembali bertanya, sehubungan mendekati masa pemilihan umum.

“Kayaknya kami ngak bisa ikut karena kami terdaftar di kampung” ibunya kembali menyahut.

“Oh, sayang sekali, pedahal pemilu sekarang ada Partai Pendidikan yang ikut, partai yang fokus pada pembangunan aspek pendidikan” ibu Widya berpromosi karena kebetulan dia merupakan salah pengurus Partai Pendidikan di Balikpapan.

“Oh…semoga partai itu membawa perubahan, tidak seperti selama ini, siapapun pemimpin yang terpilih, tetap begitu-begitu aja, tidak ada perubahan” ibu Nuyami menyahut dengan nada skeptis.

“Memang begitu kenyataannya…” pak Anton mengikuti pemikiran ibu Nuyami.

“Rasanya aku baru dengar tentang Partai Pendidikan!” Aris coba terlibat dalam pembicaraan.

“Oh, berarti jarang nonton iklan di TV ya, ada kok di iklankan, tapi ini memang partai baru, tahun dua ribu sepuluh yang lalu didirikan.” Ibu Widya menjawab pertanyaan Aris.

“Selama ini yang aku lihat bahwa ada tiga hal yang menyedihkan dalam ranah politik kita, yaitu:

 

1.        Pemanfaatan kebodohan masyarakat, dimana masyarakat bisa dikelabui dengan pemberian-pemberian seperti beras, kartu asuransi, mie instan, dan sebagainya, demikian juga masyarakat terlalu mudah tertipu dengan janji-janji para politikus bahkan kadang ancaman, anehnya bahkan janji yang tidak rasionalpun kadang dipercayai oleh masyarakat.

2.        Menjadikan politik sebagai lahan bisnis, yaitu tujuan utama berpolitik adalah untuk mengumpulkan duit bukan untuk membela kepentingan rakyat, dan parahnya dunia politik kita penuh dengan ambisi-ambisi pribadi seperti itu.

3.        Pesta demokrasi yang membuat kita justru semakin miskin, anggapan ini mungkin terlalu berlebihan tetapi coba uang milyaran bahkan mungkin triliyunan rupiah itu dipakai untuk membangun infra struktur, membangun sektor pendidikan, apa tidak akan terjadi perubahan yang lebih nyata?” ibu Nuyami mempertahankan nada skeptis.

 

“Betul itu…aku juga melihat bahwa masyarakat kita sesungguhnya belum dewasa dalam berdemokrasi, aku kira kita malah membutuhkan pemimpin yang otoriter, tetapi otoriter yang berjuang bagi bangsa bukan bagi kepentingan diri” pak Anton sependapat lagi dengan ibu Nuyami.

Seusai makan semua hijrah ke ruang keluarga, hanya Navratilova dan adik laki-lakinya yang menghilang di dalam kamar mereka masing-masing.


Terima kasih kepada: 37 visitors (42 hits) di halaman ini.

This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free