Generasi Bebas
     Pandangan Hidup
     Misi Hidup
     Tingkat Moral
     Mencari Kebenaran
     Menilai Kebenaran
     Orang Indonesia
     Don't Care
     Phase Cinta
     Kebutuhan Utama
     Mengapa Jahat
     Adil = Unik
     Tujuan Hidup
     Komunikasi...
     Penyakit Politik
     Sistem Berpikir
     Kendali Pikiran
     Kebodohan
     Sukses = Berubah
     Iman & Kebenaran
     Kunci Sukses
     Pemerintah Idola
     Sex Education
     Ilmu & Kebenaran
     *sekilas
     *pulang kampung
     *share
     *Buku Tamu
     *kontak admin



Novel "GENERASI BEBAS" - Pandangan Hidup


2

PANDANGAN HIDUP

 

Aris sudah terbiasa bangun pagi jam limaan untuk sibuk didapur namun pagi ini terdengar ibunya yang duluan utak-atik pekerjaan dapur.

“Oh ya mak, mamak dirumah ajakan hari ini?” Aris memulai pembicaraan didapur, sambil menghampiri ibunya yang sedang mengiris kacang panjang.

“Duh! Jangan panggil-panggil ‘mamak’ dong, itu kampungan!” ibunya berhenti mengiris, sekaligus membalikkan badannya kearah Aris.

“Lalu, panggil apa?” dengan nada kesal.

“Ya, panggil ‘mama’lah, lucu kalau kamu panggil-panggil ‘mamak’ kayak dikampung aja,” ibunya tersenyum.

Aris mengernyitkan dahinya sambil ikut tersenyum, “dasar sok orang kota?”

“Eh! sekarang mama sudah orang kota, jangan bawa yang kampungan itu dong, sekarang mama mau merasakan kehidupan kota yang lebih banyak lagi, makanya kapan kita jalan-jalan?” ibunya kembali mengiris kacang.

“Mamak eh salah, mama maunya kapan? Aku akan antarin mama kemana saja, pokoknya beres dech!” Aris berjanji.

Ibunya menoleh kearah Aris, “yang benar nich diantarin kemana saja?”

“Eh, emangnya mama mau kemana?” Aris menantang sambil membantu mencuci bawang .

“Pokoknya janji mau jalan sama mama kemana ajakan?” ibunya tersenyum lagi.

“Aduh ma, memangnya mama mau kemana sih?” Aris mulai kesal lagi.

“Besok malam kan malam minggu, gimana kalau kita ke diskotik…?”

“Apa?! Ke diskotik?” Aris memotong pembicaraan ibunya dengan ekspresi kaget.

“Iya! Mama pingin tau dan merasakan kehidupan kota, kalau dikampung mama cuma bisa lihat dari TV aja.” Ibunya tersenyum lagi.

“Oh! jadi mama sering nonton TV di kampung?” Aris semakin penasaran.

Ibunya mengangguk-nganggukkan kepalanya, “kan dulu kamu ada kirim uang tiga juta, ya uang itu nambah uang mama untuk bisa beli TV, antena parabola sama gensetnya

“Oh pantesan, rupanya mama sering nonton TV dikampung, sering nonton sinetron ya, makanya niru-niru gaya orang kota.”

“He…he…baru tau dia” ibunya sedikit tertawa lalu mencubit pantat Aris yang sedang mengiris bawang.

“Hah!” Aris menjerit kaget, “dasar genit!” Aris keceblosan, berucap diluar kesadaran karena pikirannya sudah terbang ke masa lalu, mengingat dan menyadari bahwa ibunya memang dari dulu-dulu gaya dan tingkahnya ‘kekota-kotaan,’ dia lebih banyak urusan merawat tubuh dan kecantikan. “Makanya pantas meskipun usia ibu mendekati kepala empat namun dia masih kelihatan cantik alami, seperti Dona Harun, jadi tidak salah kalau ibu mengklaim dirinya sebagai orang kota.” Bahkan paling pantas lagi mendapat status sebagai selebritis.

“Kamu bilang mama genit, ya?” ibunya sedikit melotot , membuat Aris sedikit kaget juga.

“Ngak…ngak kok, aku bilang mama cantik, kok…” Aris mengekspresikan pujian ini dengan memejamkan matanya.

Ibunya tersenyum, “ya mama memang cantik toh, kalau gitu cium mama dong” ibunya terdiam sejenak, “oh ya, kamu salah pagi ini Ris, seharusnya kamu setiap pagi cium mama ya, sebagai ucapan selamat paginya” ibunya memasang pipi.

Aris ikut tersenyum dan nampak bersemangat mengikuti permintaan ibunya, namun tiba-tiba ia merasakan suatu yang basah, dia merasakan ada tetesan air mata di pipi ibunya, “kenapa ma, kenapa menangis?” Aris membelai rambut ibunya.

“Ibu tau” ibunya berkata sambil mengusapkan air matanya dengan tangan, “bahwa kamu juga berpikir macam-macam terhadap ibu, segala genitlah..tapi ibu tidak bisa…” ibunya terdiam sejenak seakan tidak tau apa yang mau diucapkannya lagi.

“Ini mungkin karena ambisi ibu di masa lalu, ibu dulu pingin banget menjadi penyanyi, makanya rencana ibu begitu tamat SMA akan merantau ke kota tapi belum tamat SMP ibu sudah kawin, sehingga semuanya kandas…” ibunya menarik nafas panjang, “mungkin karena ambisi itulah membuat ibu seperti ini...”

“Tapi ma, perjuangan mama belum pupus” Aris ikut terharu, “masih ada kesempatan bagi mama mewujudkan impian itu.”

Sambil memulai sebuah senyuman lagi, ibunya berkata: “Ris, bagi mama hidup itu bukan perjuangan, tapi petualangan, jadi mama tidak berpikir bagaimana mengejar impian itu lagi tetapi bagaimana menikmati hidup ini dimana masih banyak tantangan yang mama ingin lalui dan rasakan” ibunya yang bernama lengkap Ellen Nuyami itu coba berfilsafat untuk mengubah penilaian negatif Aris terhadap dirinya.

“Maksud mama? mama sudah terlambat? Apa mama ngak percaya diri lagi…?” Aris coba menerka maksud ibunya.

“Ngak…ngak begitu” Ibu Nuyami nampak kesulitan membuat Aris mengerti dan lebih menerima bahwa jika dia nampak sensasional itu semuanya adalah soal pandangan hidupnya.

Karena ada tiga pandangan hidup manusia didunia ini, yaitu: pertama, ada mereka yang melihat hidup ini sebagai petualangan, inilah mereka yang selalu bergairah, sensasional, kadang ambisius dan suka dengan tantangan, bahkan mencari tantangan itu. Kedua, ada juga orang yang menganggap hidup ini sebagai perjuangan, inilah mereka yang selalu serius, kerja keras, selalu punya target, cendrung menghindari tantangan, ambisius juga, teguh pada prinsip kadang justru keras kepala sekaligus lugu, sangat perhitungan dan hemat. Ketiga, ada orang yang mengartikan hidup ini sebagai seni, mereka ini hampir sama dengan yang melihat hidup ini sebagai petualangan tadi, mereka sensasional dan suka tantangan juga tetapi mereka tidak terlalu ambisius, jarang serius, pokoknya bagi mereka yang penting senang dan menikmati hidup ini.
Terima kasih kepada: 50 visitors (58 hits) di halaman ini.

This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free